Semangat pagi para pembaca setia ManajemenSDM.net
Kali ini kita akan belajar bareng mengenai tema People Development.
Dimana salah satu isu besarnya adalah training di Perusahaan sudah jalan, namun kok tidak ada perubahan signifikan?
Sembari tetap bersyukur atas segala nikmat yang kita terima, mari kita telaah bersama artikel hari ini.
–
Artikel kali ini ditulis oleh Coach Rono Jatmiko, seorang expert di bidang Leadership & Learning Design.
Cekidot.
Setiap tahun perusahaan selalu memiliki anggaran yang tidak sedikit untuk program pelatihan dan pengembangan.
Tidak tanggung-tanggung, pada laporan keuangan tahun 2019 Pertamina mengeluarkan biaya 27,5 juta dollar atau hampir 400 milyar rupiah untuk kegiatan pelatihan, pendidikan dan rekrutmen.
Di perusahaan lain angkanya tidak sebesar itu, namun tetap menyentuh angka puluhan milyar rupiah setahun.
Ini adalah angka yang fantastis!
Namun sayangnya, ada begitu banyak pimpinan perusahaan yang mengeluhkan sudah mengeluarkan biaya begitu besar untuk program pelatihan namun tidak memberikan perubahan atau dampak yang signifikan.
Hal ini sudah jadi rahasia umum selama bertahun-tahun: Perusahaan buang-buang uang untuk training.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Inilah adalah 5 alasan mengapa training di perusahaan Anda tidak membawa perubahan. Cekidot.
Alasan #1 : MEMILIKI MINDSET YANG SALAH TENTANG PELATIHAN
Salah satu miskonsepsi yang paling sering terjadi adalah anggapan bahwa Training adalah magic, solusi atau obat atas segala masalah kinerja.
Sehingga apapun masalah yang ada di perusahaan, maka orientasi solusinya adalah : training.
Dikiranya, dengan training bisa dengan mudah dan cepat merubah sifat / sikap / kinerja dari karyawan.
Padahal masalah dalam kinerja itu banyak sekali faktornya.
Selain faktor SDM, ada juga faktor peralatan kerja, prosedur dan sistem, lingkungan kerja, kebijakan remunerasi, dsb.
Pada salah satu klien yang pernah kami berikan pelatihan mengenai customer service, mereka secara umum memiliki mindset dan kompetensi yang cukup.
Namun apa kendala yang mereka rasakan? Ternyata komputer mereka lelet atau lemot. Hal ini yang sangat menghambat kinerja mereka.
Selain itu, pelatihan seringkali dianggap sebagai “bengkel”.
Kalau Anda memiliki masalah pada kendaraan Anda, maka solusinya Anda titipkan kendaraan tersebut di bengkel.
Dan ketika selesai dari bengkel, maka masalah hilang.
Sayang sekali, mindset seperti ini juga yang terjadi ketika ada masalah dalam kinerja.
Dikiranya, dengan mengirimkan karyawan untuk mengikuti training selama 2-3 hari, lalu pulang-pulang kinerjanya langsung “beres”.
Padahal tidak semudah itu Ferguso..
Alasan #2 : SALAH MENENTUKAN KPI
Ya, Anda pasti tidak menyangka faktor ini.
Selama ini banyak sekali perusahaan yang salah menentukan KPI pelatihan.
Sebagian besar, KPI hanya berupa #jumlah pelatihan setahun, #jam pelatihan setahun, #jumlah peserta setahun, #tingkat kepuasan peserta. Dan betapa bahagianya ketika angka-angka tersebut tercapai.
Ketika kita memiliki KPI seperti ini, maka praktisi pelatihan dan pengembangan hanya akan berfokus pada pencapaian angka saja.
Padahal, sejatinya program pelatihan dan pengembangan bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau memperkecil GAP kapabilitas perusahaan dalam mencapai tujuan bisnis.
So seharusnya program training baru bisa dianggap berhasil kalau terbukti mampu menyelesaikan masalah atau membantu bisnis mencapai tujuannya.
Angka jumlah pelatihan menjadi tidak relevan.
Alasan #3 : TIDAK MELAKUKAN TNA DENGAN BENAR
Alasan ketiga tapi mungkin ini alasan yang paling utama mengapa training di perusahaan Anda tidak membawa perubahan.
Hal ini adalah karena jarang sekali ada yang melakukan Training Needs Analysis dengan benar dan tepat.
Ya, TNA ini adalah salah satu hal yang sering terlewat.
Padahal, TNA ini adalah koentji.
Salah (apalagi kalau tidak sama sekali) melakukan TNA akan mengakibatkan program training yang Anda lakukan tidak tepat sasaran, tidak memberantas akar masalah, sehingga hasilnya tidak memberikan dampak.
Sayangnya, masih banyak praktisi pelatihan dan pengembangan yang tidak melakukan atau bahkan tidak memahami bagaimana caranya melakukan TNA dengan benar.
Sebagian perusahaan yang saya lihat, hanya mencontek judul-judul training tahun sebelumnya.
Atau meminta pendapat dari para user training-training apa saja yang mereka butuhkan.
Atau yang cukup sering adalah “saat ini training apa ya yang sedang hits?”.
Nyambung dengan poin #1, jika praktisi pelatihan dan pengembangan melakukan TNA dengan benar, maka akan ada banyak sekali permasalahan kinerja yang mungkin solusinya bukanlah training.
Misalnya perbaikan komputer agar membantu pekerjaan menjadi lebih cepat.
Alasan #4 : SALAH DESAIN PELATIHAN
Merubah sikap, motivasi dan kompetensi kerja bukanlah suatu hal yang mudah.
Karena manusia tidaklah mekanis seperti mesin. Manusia merupakan makhluk kompleks yang terbentuk dari berbagai faktor.
Pelatihan selama 2-3 hari saja tidak akan mampu merubah secara signifikan kinerja seseorang.
Apalagi sekarang di era pandemi, dimana pelatihan berubah menjadi online, maka tantangannya menjadi semakin berat.
Dalam membuat desain pelatihan kita mengenal prinsip 10:70:20 dengan rincian :
- Dimana 10% adalah pelatihan kelas atau online (ya, ternyata pelatihan hanya memberikan dampak 10% terhadap perubahan)
- 70% adalah praktek lapangan, dan
- 20% adalah coaching dan mentoring.
Desain itu memang harusnya komprehensif, dimana seseorang belajar, praktek, lalu melakukan perbaikan terus menerus melalui program coaching.
Ini adalah desain yang harus dilakukan untuk membuat program training yang berdampak.
Jadi mengirimkan karyawan untuk training 1-2-3 hari dan berharap mereka berubah adalah halu ya Bapak Ibu sekalian.
Alasan #5 : TIDAK MELAKUKAN TRAINING EVALUATION
Alasan terakhir mengapa pelatihan tidak memberikan perubahan adalah, karena perubahan itu tidak terukur.
Misalnya Anda ingin menurunkan berat badan.
Anda melakukan berbagai upaya seperti diet dan olahraga.
Lalu tahu dari mana program Anda berhasil?
Gampang sekali, Anda punya alat ukur kan? Yaitu timbangan.
Sayangnya di berbagai perusahaan hasil pelatihan tidak diukur dengan lengkap.
Kalau kita pakai metode training evaluation yang paling banyak dipakai yaitu Kirkpatrick model, maka kita paham ada 4 level evaluasi, yaitu
(1) Reaction,
(2) Learning,
(3) Behavior,
(4) Impact.
Pelajari lebih lanjut mengenai cara mengevaluasi training melalui LINK INI
Temuan di lapangan, level evaluasi yang paling sering dipakai hanyalah level 1 (melalui form evaluasi kepuasan training) dan maksimal level 2 (melalui pretest dan posttest).
Inipun sering tidak dilakukan dengan benar.
Pre-post test yang sering dilakukan selama ini hanyalah mengukur peningkatan pengetahuan melalui 10-20 pertanyaan pilihan ganda saja.
Padahal peningkatan pemahaman seharusnya diukur dengan metode yang lebih komprehensif seperti studi kasus atau asesmen lain.
Sehingga bisa dilihat ya, mengapa pelatihan sering kali tidak memberikan dampak, karena memang dampaknya tidak diukur.
KESIMPULAN
Training tidaklah murah, ada begitu banyak perusahaan yang mengeluarkan angka yang fantastis untuk mewujudkan program training yang mampu berdampak pada pencapaian perusahaan.
Namun karena #5 hal diatas, terancam anggaran milyaran hingga ratusan milyaran itu menguap sia-sia.
–
Btw, jika kamu ingin belajar lebih detail mengenai #5 hal di atas, silakan isi form berikut untuk mengikuti SESI GRATIS Webinar Mengenai Mendesain Learning & Development yang Ciamik.
FORM Webinar Learning & Development
–
Demikian artikel kali ini, semoga bermanfaat.
Oiya, jika kamu Ingin dapatkan Ebook HR GRATIS dan Update Artikel Terbaru ManajemenSDM.Net, silakan Isi Formnya DISINI ya
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia
disclaimer : semua yang tertulis disini adalah opini pribadi penulis, yang diolah dari berbagai sumber.
Untuk Pertanyaan dan diskusi silakan tulis di komentar atau silakan menghubungi :
Email : adminmsdm@manajemensdm.net
Official WA : 08986904732 (Whatsapp Only)
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia
#ManajemenSDM.net
#ManajemenSDM.net
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia