Surat Peringatan
Semangat pagi para pembaca setia ManajemenSDM.net
Pagi ini saya ingin berbagi ilmu mengenai surat peringatan.
Sembari menikmati sarapan sehat yang terjadi di meja, mari kita nikmati materi hari ini.
–
Hubungan kerja memiliki 3 unsur utama, yakni ada perintah, ada pekerjaan dan ada upah.
Pengusaha berhak memberikan perintah kepada karyawan untuk melakukan suatu pekerjaan.
Karyawan berkewajiban untuk melaksanakan perintah tersebut dalam bentuk melakukan pekerjaan.
Setelah itu tentu saja Pengusaha berkewajiban membayar upah dan Karyawan berhak atas upah.
— Baca : Memahami Ketentuan Pengupahan di Indonesia
Meskipun secara aturan dan konsep hubungan kerja seperti demikian di atas, ada kalanya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya.
Misal, Karyawan sudah bekerja, Pengusaha telat bayar gajinya.
Atau Pengusaha sudah perintah, namun Karyawan tidak mengindahkan, sehingga Karyawan tersebut dijatuhi Surat Peringatan (SP).
Bisa SP 1, SP 2 bahkan SP 3 langsung, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Perusahaan.
Saya pribadi sering mendapat pertanyaan dari kalangan praktisi HR, apakah Surat Peringatan ini harus ditandatangani oleh Karyawan atau tidak?
Well, untuk menjawabnya, mari kita telaah bersama 3 hal yang perlu diketahui tentang Surat Peringatan. Cekidot.
#1 : SP Adalah Bentuk Pembinaan Dari Perusahaan
Sejatinya, surat peringatan adalah bagian dari pembinaan yang dilakukan oleh Perusahaan kepada Karyawan.
Mengapa demikian?
Karna jika tidak ada surat peringatan, bisa jadi ketika karyawan melanggar aturan, langsung di-PHK oleh Perusahaan.
Jadi dengan adanya surat peringatan, maka karyawan diingatkan dulu, dibina dulu.
Harapannya agar kedepan, karyawan tersebut bisa lebih baik kinerjanya.
Kita tidak memungkiri bahwa manusia itu tempatnya salah.
Sehingga, jika kesalahannya masih dapat ditolerir maka perlu dibina dahulu (praktiknya sesuai dengan ketentuan di Perusahaan).
Hal ini perlu disampaikan ke karyawan.
Bahwa Surat Peringatan adalah bukti tanda sayang perusahaan kepada karyawan.
Bukti tanda perusahaan melakukan pembinaan, agar karyawan menjadi lebih baik.
Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 7 ayat (1) Kepmenaker No 150 Tahun 2000.
#2 : SP Tidak Harus Berurutan
Mengingat bahwa pelanggaran itu bobotnya berbeda, maka level pemberian surat peringatannya pun dapat berbeda juga.
Artinya pemberian SP ini tidak harus berurutan dari SP 1 dahulu, kemudian SP 2 baru kemudian SP 3.
Bisa saja dalam pelanggaran tertentu, karyawan langsung diberikan SP 3, tanpa diawali dengan SP 1.
Hal ini dipertegas juga pada penjelasan Pasal 161 ayat (2) UU 13/2003 yang bunyinya “
“masing masing surat peringatan dapat diberikan secara berurutan atau tidak”
Terkait dengan aturan perusahaan tentang surat peringatan ini, saran saya pastikan dua hal ini :
- Pastikan ada aturan tertulis di PP / PKB mengenai jenis pelanggaran apa mendapatkan sanksi apa. Lebih detail lebih bagus.
- Pastikan diatur mengenai masa berlakunya surat peringatan di setiap level SP.
#3 : SP Tidak Harus Ditandatangani Oleh Karyawan
Ini yang menjadi pertanyaan yang sering ditanyakan rekan rekan praktisi HR.
Apakah dalam menjatuhkan SP, harus ditandatangi oleh Karyawan?
Jawaban ringkasnya, menurut saya pribadi, tidak perlu.
Tanpa ditandatangani oleh Karyawan pun, surat peringatan tetap berlaku dan dapat dijalankan sesuai aturan.
Mengapa?
Karena kembali lagi ke poin #1, bahwa SP ini adalah bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Perusahaan kepada Karyawan yang mledong.
Jadi ya namanya pembinaan tidak harus ada persetujuan /Â izin dari yang dibina.
Analoginya, masa iya orang tua ketika mau membina anaknya harus izin ke anaknya dulu?
Selain itu, sebagaimana yang tertuang dalam putusan PHI Bandung nomor 130/G/2010/PHI.BDG tanggal 27 Oktober 2010 hakim pun berpendapat demikian.
Majelis Hakim berpendapat bahwasurat peringatan meskipun tidak ditanda-tangani oleh pekerja dinyatakan sah dan berlaku.
Namun hal ini bukan berarti karyawan tidak boleh tandatangan.
Hal ini boleh saja dan bagus, karna dapat digunakan sebagai tanda terima bahwa karyawan telah menerima SP.
Akan tetapi, seandainya pun tidak ditandatangani, SP itu tetap berlaku.
Bagaimana jika surat peringatannya tidak sesuai dengan aturan di Perusahaan?
Jika hal ini terjadi, tentu langkah awal melakukan perundingan bipartit, setelah itu jika tidak ada kesepakatan dapat dilanjutkan ke tripartite (Disnaker dan PHI)
–Â Baca : Proses Penyelesaian Perselisihan di PHI
–
Idealnya pemberian surat peringatan memiliki prosedur yang jelas, sehingga tidak muncul kesewenang-wenangan dari Perusahaan.
Jika anda belum memiliki SOP pemberian Surat Peringatan (atau SOP HR lainnya), anda dapat memperoleh SOP tersebut dengan KLIK DISINI.
–
Ingin dapatkan Ebook HR GRATIS dan Update Artikel Terbaru ManajemenSDM.Net?
–
Demikianlah sedikit sharing dari saya, semoga bermanfaat untuk anda.
Salam HR
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia
disclaimer : semua yang tertulis disini adalah opini pribadi penulis
Untuk pertanyaan dan diskusi silakan menghubungi kami di kolom komentar atau :
Email : admin@manajemensdm.net
Official WAÂ : 08986904732 (Whatsapp Only)
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia.
Â
Sungguh materi yang sangat menarik Pak Himawan. terima kasih atas sharing nya.
saya mau tanya, kalau misalnya karyawan memiliki atasan langsung seorang expart yang status KITAS nya saat ini masih dalam proses pengajuan di Kemnaker, kemudian suatu saat karyawan ini harus mendapatkan SP sesuai dengan PP yag ada. apakah atasan tersebut bisa tanda tangan di kertas SP tersebut ?
dan apabila tidak bisa, bagaimana best practice nya supaya SP tersebut bisa tetap diberikan ke karyawan karena Ybs telah melanggar PP yang telah disepakati.
terima kasih.
[* Shield plugin marked this comment as “trash”. Reason: Failed GASP Bot Filter Test (checkbox) *]
Hai Aul,
Terimakasih atas kunjungannya dan apresiasinya.
Untuk pertanyaannya, sesuai dengan aturan dari pemerintah, TKS tidak boleh mengurusi urusan tentang kepersonaliaan / HR.
Jadi saran kami, bisa atasan lain yang memberikan SP.
Salam
Bila karyawan tidak bersedia menandatangani Surat Peringatan, maka perlu ada saksi yang menandatangani. Sebagai bukti bahwa karyawan telah dipanggil dan diberikan Surat Peringatan
Masalahnya, kadang karyawan memberikan pembelaan versi ybs yang belum terungkap dalam investigasi. Apakah sebaiknya karyawan menuliskan pembelaannya dan dilampirkan dalam Surat Peringatan?
[* Shield plugin marked this comment as “trash”. Reason: Failed GASP Bot Filter Test (checkbox) *]
Pembelaan juga bagian dari hak karyawan, jadi bisa jadi dituliskan sebagai bahan pertimbangan kedepannya