Semangat pagi para pembaca setia ManajemenSDM.net
Hubungan kerja yang diikat dalam perjanjian kerja, maka semuanya akan berakhir pada Pemutusan Hubungan Kerja (selanjutnya disebut PHK).
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha .
Apakah karena disebabkan terjadinya pelanggaran atas perbuatan-perbuatan yang diatur, atau disebabkan hal-hal yang memang seharusnya terjadi misalnya seperti pekerja telah memasuki usia pensiun, pekerja meninggal dunia, perusahaan pailit atau sebab-sebab lainnya yang diatur dalam dalam Perjanjian Kerja/Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama.
Semua pihak yakni pengusaha, pekerja/buruh/ serikat pekerja/buruh dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK.
Antara lain dengan melakukan pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan pembinaan kepada Pekerja/Buruh.
Ketika PHK tidak bisa dihindari, proses pertama yang dilakukan oleh pengusaha berdasar Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Jo PP Nomor 35 Tahun 2021 adalah memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada pekerja secara tertulis.
Dalam praktiknya, sejak UU Nomor 13 Tahun 2003 berlaku, pengusaha juga melakukan pemberitahuan PHK secara tertulis dengan berbagai istilah surat misalnya Surat Keputusan Berakhirnya Hubungan Kerja (SK BHK), Surat PHK atau dengan istilah-istilah lainnya yang isinya sama dengan surat pemberitahuan PHK, yakni:
- Dasar/alasan PHK
- Hak-hak yang diterima pekerja/buruh atas PHK
- Tanggal efektif PHK
Maka, dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Jo PP Nomor 35 Tahun 2021, secara tegas bahwa surat pemberitahuan PHK tertulis harus dilakukan atau proses PHK yang akan dilakukan tidak bisa terjadi.
Surat pemberitahuan PHK tidak diperlukan apabila berakhirnya hubungan kerja dikarenakan sebab alami atau dikarenakan kemauan pekerja, yakni :
a. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri
b. Pekerja/Buruh dan Pengusaha berakhir Hubungan Kerjanya sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu
c. Pekerja/Buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama; atau
d. Pekerja/Buruh meninggal dunia.
Adapun surat pemberitahuan PHK disampaikan oleh pengusaha secara sah dan patut kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal efektif PHK, namun bagi pekerja yang dalam masa percobaan maka surat pemberitahuan PHK disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif PHK .
Dari semua alasan berakhirnya hubungan kerja yang diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2021, pengecualian peberian surat pemberitahuan PHK adalah pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja dan Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama.
Perbuatan-perbuatan yang dikategorikan dalam pelanggaran yang bersifat mendesak diuraikan dalam penjelaasan pasal 52 ayat 2 PP Nomor 35 Tahun 2021 sebagai berikut:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik Perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau dipalsukan sehingga merugikan Perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, ataumengintimidasi teman sekerja atau Pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau Pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik Perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi Perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau Pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia Perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan Perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pelanggaran yang bersifat mendesak di atas sama dengan kesalahan berat (perbuatan pidana) yang pernah diatur dalam pasal 158 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mana pasal tersebut dihapus Perppu Nomor 2 tahun 2022.
Pasal 158 pernah diuji materiil di Mahkamah Konstitusi dan diputus dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PPU1/2003. Selanjutnya putusan MK ini diturunkan dalam surat edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI No: SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 yang menyatakan bahwa pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat baru dapat di PHK apabila:
a. Sudah mendapat putusan pidana yang putusannya telah mempunya kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde)
b. Pekerja/buruh ditahan pihak berwajib lebih dari 6 (enam) bulan karena diduga melakukan tindak pidana
Maka, sebagaimana diuraikan dalam surat edaran di atas, hal tersebut yang dijadikan prinsip dalam melakukan PHK atas Pelanggaran yang bersifat mendesak sehingga tidak memerlukan surat pemberitahuan PHK.
Setelah surat pemberitahuan PHK disampaikan, maka IR atau HR harus siap untuk menindaklanjuti tanggapan pekerja/buruh atas surat tersebut. Ada 4 kemungkinan tanggapan pekerja/buruh, yakni:
#01 : Menolak tertulis atau lisan
Pekerja, setelah mendapatkan surat pemberitahuan PHK dan menyatakan menolak, maka dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat pemberitahuan harus membuat surat penolakan disertai alasannya.
Selanjutnya IR atau HR segera melakukan proses melalui lembaga PPHI dan lembaga PPHI yang pertama adalah bipartit, apabila terjadi kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh maka dibuatkan perjanjian bersama, namun apabila bipartit gagal maka prosesnya dilanjutkan sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Proses melalui lembaga PPHI juga dilakukan ketika penolakan tersebut hanya dilakukan dengan pernyataan lisan tanpa dibuat surat penolakan PHK oleh pekerja.
#02 : Menerima tertulis atau lisan
Pekerja, setelah mendapatkan surat pemberitahuan PHK dan menerimanya dengan membuat surat penerimaan PHK secara tertulis, maka IR atau HR segera melakukan proses di internal, misalnya pekerja mengisi exit interview, pengembalian barang-barang/fasilitas milik perusahaan, serah terima pekerjaan, penyelesaian hutang piutang dan lain sebagainya.
Apabila proses internal selesai, maka perusahaan melaporkan PHK tersebut kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
Namun apabila pekerja menerima PHK yang disampaikan perusahaan melalui surat pemberitahuan PHK hanya lisan tanpa tertulis, maka IR atau HR segera membuat perjanjian bersama antara perusahaan dengan pekerja.
Setelah perjanjian bersama ditanda tangani para pihak, selanjutnya dilakukan proses internal sama dengan di atas termasuk setelahnya melaporkan PHK tersebut kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
— Baca Juga : HR / IR Harus Tahu Anggaran Dasar Perusahaan, Ini Alasannya
#03 : Diam dan masuk kerja
Diam berarti bahwa setelah surat pemberitahuan PHK diberikan, pekerja/buruh tidak memberikan tanggapan apapun namun pekerja masih masuk kerja seperti biasanya.
Diamnya pekerja ini jangan diasumsikan bahwa pekerja/buruh yang bersangkutan menerima PHK ataupun menolak PHK.
Dengan logika yang sama, apabila mediator selesai proses mediasi antara pengusaha dengan pekerja/buruh, kemudian mediator membuat anjuran tertulis, dan para pihak harus menanggapinya secara tertulis baik menyetujui atau menolak anjuran tertulis tersebut.
Bagi pihak yang tidak memberikan pendapatnya maka dianggap menolak anjuran tertulis mediator.
Diamnya pekerja ini, harus di follow up IR atau HR dengan membuat kesepakatan yang nantinya dituangkan dalam perjanjian bersama, sehingga hubungan kerja tidak terus berjalan tanpa kepastian dan kejelasan.
Apabila perjanjian bersama disepakati para pihak, maka selanjutnya dilakukan proses internal seperti pada poin 2 di atas yang kemudian juga dilaporkan PHK tersebut kepada kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
Namun apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, maka proses selanjutnya sama dengan ketika pekerja/buruh menolak PHK yakni melalui lembaga PPHI mulai dari bipartit, mediasi/konsiliasai/arbitrase yang kemudian proses sidang di Pengadilan Hubungan Industrial dan seterusnya sesuai UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
#04 : Diam dan tidak masuk kerja
Setelah surat pemberitahuan PHK diberikan kepada pekerja/buruh, pekerja/buruh yang bersangkutan tidak memberikan jawaban atau tanggapan apapun dan tidak masuk kerja.
Maka IR atau HR segera membuat surat panggilan pertama maupun kedua dimana jeda antar surat panggilan disesuaikan dengan jarak dan waktu dari domisili perusahaan dengan domisili pekerja/buruh.
Apabila setelah diberikan surat panggilan pertama maupun kedua, kemudian pekerja masuk bekerja seperti biasanya, maka IR atau HR melakukan proses seperti pada poin 3 di atas.
Namun apabila setelah mendapat 2 (dua) kali surat panggilan dari perusahaan dan pekerja/buruh tidak juga ada tanggapan/balasan atau hadir di tempat kerja, maka pengusah bisa melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang bersangkutan dengan alasan mangkir dan akhirnya pekerja/buruh tersebut dikualifikasikan mengundurkan diri.
Apapun tanggapan pekerja, maka IR atau HR harus menindaklanjuti supaya PHK yang dimaksudkan dalam surat pemberitahuan PHK bisa dijalankan dengan benar.
Pekerja/buruh juga bisa memahami bahwa PHK tanpa adanya surat pemberitahuan PHK terlebih dahulu bisa menjadikan PHK yang dilakukan perusahaan menjadi tidak sah
Semoga bermanfaat untuk dunia ketenagakerjaan yang harmonis.
Penulis:
Aris Fitriadi S.H, seorang praktisi IR & ER, Corporate Legal dan HR yang berpengalaman lebih dari 14 tahun, dan hingga kini masih aktif berkarya.
Beliau merupakan lulusan S1 dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang jurusan Hukum Perburuhan pada tahun 2007 dan saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Hukum di Universitas Indonesia.
Beliau juga seorang Advokat handal yang telah memiliki pengalaman sebagai Advokat selama lebih dari 6 tahun, dan hingga saat ini masih aktif.
–
Demikian artikel kali ini, semoga bermanfaat.
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia
disclaimer : semua yang tertulis disini adalah opini pribadi penulis, yang diolah dari berbagai sumber.
Untuk Pertanyaan dan diskusi silakan tulis di komentar atau silakan menghubungi :
Email : adminmsdm@manajemensdm.net
Official WA : 08986904732 (Whatsapp Only)
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia
#ManajemenSDM.net
#ManajemenSDM.net
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia