Semangat pagi para pembaca setia ManajemenSDM.net
Pagi ini saya kembali ingin sharing terkait mutasi, khususnya mutasi yang terjadi antar perusahaan dalam satu grup Perusahaan.
Apakah boleh dan apa saja hal penting yang harus diperhatikan?
Sembari menikmati udara segar nan sejuk hari ini, mari kita telaah bersama artikel hari ini.
–
Mutasi, atau perpindahan karyawan, merupakan salah satu upaya untuk bisa memaksimalkan kontribusi karyawan.
Mutasi yang positif, bertujuan untuk mengembangkan diri karyawan sehingga mampu memberikan kontribusi maksimal kepada Perusahaan.
Praktik mutasi sendiri bisa terjadi dalam dua kondisi.
Pertama, mutasi internal. Yakni mutasi yang dilakukan di internal perusahaan.
Misalnya, seorang karyawan bernama Agus yang sangat berprestasi dept HR, mampu membuat Dept HR menjadi mentereng dan berkontribusi maksimal.
Kemudian oleh Direksi, Agus dichallange untuk develop departemen lain, misalnya Dept Marketing.
Maka terhadap Agus ini dilakukan proses mutasi ke Dept Marketing.
Ini yang dinamakan mutasi internal.
Mutasi yang kedua adalah Mutasi Eksternal.
Yakni mutasi yang dilakukan di antar perusahaan dalam satu grup.
Misalnya, karyawan bernama Budi yang memiliki karir cemerlang di Perusahaan, yang mampu membawa Perusahan melesat tinggi omzetnya.
Lantas Budi ini dilirik oleh Induk Perusahaan untuk dichallange, dipindahkan ke perusahaan lain dalam satu grup.
Maka terhadap Budi ini dilakukan mutasi eksternal antar perusahaan dalam satu grup.
–
Oke, yang akan kita bahas perdalam hari ini adalah tentang Budi, bukan tentang Agus.
Yup, tentang Mutasi External.
Mutasi yang dilakukan antar perusahaan dalam naungan satu grup perusahaan.
Apakah ini boleh dilakukan?
Bagaimana teknisnya?
Yuks mari kita bahas beberapa poin penting dalam praktik Mutasi Eksternal ini. Cekidot
#1 : Mutasi Eksternal, Tidak Dikenal di UU Ketenagakerjaan
Kalo dilihat lihat, ketentuan mutasi antar perusahaan / mutasi eksternal tidak diatur di dalam UU 13/2003.
Yang diatur adalah mutasi internal, alias mutasi didalam perusahaan.
Trus piye?
Artinya, memang mutasi antar grup / mutasi eksternal ini tidak dikenal oleh UU Ketenagakerjaan ini.
Dampaknya, tidak jelas tentang hak dan kewajibannya dari pelaksanaan mutasi ini, karena tidak diatur oleh UU.
Lantas bagaimana jika karyawan mau dipindahkan dari Perusahaan A ke Perusahaan B yang dalam satu grup?
Triknya, dilihat dari kebutuhan mutasi itu sendiri.
Jangka panjang atau jangka pendek?
Jika jangka pendek, maka bisa dimasukan sebagai penugasan / assignment saja, bukan mutasi.
Konsekuensinya, karyawan yang bersangkutan tetap digaji oleh perusahaan lamanya, dan statusnya pun masih sebagai karyawan perusahaan lamanya.
Jika mutasi ini adalah jangka panjang dan bersifat permanen, maka mau tidak mau harus dilakukan pemutusan hubungan kerja.
PHK dari Perusahaan lama dan menjadi new hire / rekrutan baru di Perusahaan baru.
Kenapa seperti ini?
Karena perusahaan A dan perusahaan B adalah dua entitas hukum yang berbeda, maka ketika dipindahkan harus jelas statusnya, sebagai karyawan perusahaan yang mana.
Sehingga jika dipilih sebagai karyawan perusahaan B, maka status dia di perusahaan A (perusahaan lamanya) harus di putus terlebih dahulu hubungan kerjanya, alias di PHK.
Lho, PHK? gimana pesangonnya? bayar atau tidak?
Yuk disimak di poin selanjutnya
— Baca juga : Download File HR yang dibutuhkan Disini
#2 : Perlu Bayar Pesangonnya Atau Tidak?
Nah ini salah satu poin penting dan krusial.
Sebelum membahas pesangonnya dibayar atau tidak, pastikan dulu dua hal ini :
- Yakin ini adalah mutasi jangka panjang dan permanen? jika tidak, lebih baik sebagai penugasan saja.
- Akan menggunakan alasan apa dalam pemutusan hubungan kerjanya?
untuk poin 1, bisa dibahas sendiri di internal perusahaan ya, jadi kita fokus ke poin 2.
PHKnya alasan apa? kasihan dong karyawan di PHK?
PHK alias pemutusan hubungan kerja sendiri tidak melulu berdasarkan kesalahan karyawan.
PHK bisa terjadi karena resign, pensiun ataupun pelanggaran.
Nah tinggal disepakati saja, mau menggunakan jenis PHK yang mana.
Saran saya, bisa menggunakan opsi dibuatkan PB alias Perjanjian Bersama
Ini opsi yang menurut saya lebih baik,
Dengan bentuknya yang berupa perjanjian, tentu menjadi lebih secure untuk kedua belah pihak.
Di draft PB tentu akan menuliskan alasan kenapa dilakukan pemutusan hubungan kerja.
Alasannya bisa disebutkan bermacam-macam, tidak harus mengacu ke UU.
Bisa disebutkan sebagai sepakat saja berakhir tanpa menuliskan lebih spesifik alasannya.
Bisa juga disebutkan bahwa untuk peningkatan karir karyawan di perusahaan lain, maka dilakukan PHK via PB ini.
Sah sah saja menurut kami.
Didalam perjanjian ini disebutkan beberapa hal, yaitu :
- Alasan pemutusan hubungan kerja
- Tanggal berlakunya
- Hak Karyawan
Dan jangan lupa, PB ini kemudian didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat.
Hanya didaftarkan saja ya PBnya (administratif), bukan disidangkan oleh pengadilan.
–
Ingin dapatkan Ebook HR GRATIS dan Update Artikel Terbaru ManajemenSDM.Net?
–
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia
disclaimer : semua yang tertulis disini adalah opini pribadi penulis
Untuk Pertanyaan dan diskusi silakan tulis di komentar atau silakan menghubungi :
Email : admin@manajemensdm.net
Official WA : 08986904732 (Whatsapp Only)
ManajemenSDM.net – Portal Terbaik Belajar Ilmu Manajemen SDM (HR) di Indonesia